Kediri (tahukediri.id) – Tradisi spiritual dan edukatif mewarnai peringatan Hari Nasional Kebangkitan Budi Utomo yang digelar di Situs Persada Sukarno Ndalem, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri. Tasyakuran ini menjadi momentum reflektif yang unik: membakar hal-hal negatif demi kebangkitan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Digagas oleh tokoh-tokoh lintas agama, Islam, Kristen, Hindu, Buddha, hingga Kejawen, acara ini mengusung makna kebangsaan yang dalam, dengan cara sederhana namun penuh filosofi.
“Dalam acara, setiap orang yang hadir akan diberi kertas kosong putih, kemudian menuliskan hal-hal negatif dan hal-hal positif baik untuk dirinya, keluarga, bangsa dan negara,” ujar Ketua Panitia, Lukito Sudiarto.
“Hal-hal yang negatif kita bakar dan yang positif kita doakan bersama,” lanjutnya.
Simbol pembakaran ini bukan sekadar seremonial. Ia mencerminkan pelepasan beban mental kolektif, dan upaya menyucikan diri dalam kerangka kebangsaan. Tradisi ini menyatukan refleksi pribadi dan semangat nasionalisme dalam satu tarikan napas.
Ketua Harian Situs Persada Sukarno Ndalem Pojok, Kus Hartono, menyebut tasyakuran ini sebagai bentuk edukasi kebangsaan yang kuat untuk generasi muda.
“Kunci sukses setiap orang termasuk generasi muda yang ingin sukses, bahkan kunci keberhasilan setiap bangsa adalah mengenali jati dirinya. Mengenali segala potensi positif dalam dirinya sekaligus memahami kekurangan, kelemahan, termasuk sifat-sifat dan hal-hal negatif dalam dirinya,” ujarnya.
Bagi Kus Hartono, peringatan Hari Nasional Kebangkitan Budi Utomo bukan sekadar seremoni, tapi kesempatan untuk memperdalam nilai-nilai kemanusiaan, kebangsaan, dan pembaruan diri.
“Jangan lagi selalu mengatakan Indonesia cemas, kita harus berfikir positif dan berusaha keras Indonesia Emas 2045,” tegasnya. (*)