Kediri (tahukediri.id) – Persidangan gugatan perdata atas dugaan perbuatan melawan hukum antara Franciska Mifanyira Sutikno melawan Yohanes Matheus Soekatno dan pihak-pihak terkait kembali digelar di Ruang Sidang Cakra, Pengadilan Negeri Kota Kediri, Senin (4/8/2025). Persidangan yang telah memasuki tahap ke-8 ini mengangkat konflik kepemilikan tanah dan bangunan warisan di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kelurahan Mojoroto, Kota Kediri.
Franciska, yang mengklaim sebagai ahli waris dari almarhum Agustinus Sutikno, menyatakan bahwa dirinya memiliki hak atas dua bidang tanah bersertifikat SHM No. 668 seluas 141 m² dan SHM No. 669 seluas 211 m². Menurutnya, setelah menolak permintaan untuk membalik nama sertifikat atas nama seluruh anggota keluarga, keluarganya melakukan tindakan sepihak.
“Pada Februari 2025, anggota keluarga membuka paksa rumah saya dan menggunakannya untuk resepsi pernikahan tanpa izin,” ujar Franciska. Ia menambahkan bahwa rumah tersebut kemudian dikunci secara sepihak, membuatnya memilih jalur hukum karena merasa haknya sebagai ahli waris dilanggar.
Franciska menggugat berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum. Dalam sidang sebelumnya, ia telah menyerahkan bukti berupa surat waris, akta kelahiran, akta kematian, dan kesaksian yang menguatkan klaimnya sebagai ahli waris.
“Yang dipermasalahkan di sini bukan siapa saya secara biologis, tetapi hak saya atas tanah sebagai ahli waris sah menurut hukum perdata,” ujarnya tegas.

Sidang kali ini menghadirkan dua saksi dari pihak tergugat, yakni Bambang Waluyo, tetangga almarhum, dan Sri Nurmawati, seorang bidan. Namun kesaksian mereka dinilai tidak memperkuat klaim tergugat karena keduanya tidak menyaksikan langsung proses kepemilikan tanah maupun pengalihan hak.
Budiarjo Setiawan, kuasa hukum penggugat, menyampaikan keyakinannya terhadap kekuatan bukti formil yang telah diajukan. “Kami yakin majelis hakim akan bijak mengambil keputusan berdasarkan bukti-bukti sah yang kami sampaikan,” ucapnya.
Ia juga mengapresiasi profesionalisme majelis hakim dalam menangani perkara ini. “Sehingga berjalan secara profesional, fair dan berimbang baik porsi maupun rasionya,” ujarnya usai sidang.
Di sisi lain, Hanjar Mahmucik selaku kuasa hukum tergugat menilai perkara ini seharusnya diselesaikan secara kekeluargaan karena menyangkut rumah induk keluarga besar. Menurutnya, rumah tersebut dulunya adalah milik bersama garis keturunan dari Mbah Urip.
“Sebetulnya ini rumah induk keluarga besar dari Pak Karto Urip. Jadi siapapun yang masih bagian keluarga dan membutuhkan, diperbolehkan menempati,” jelasnya. Ia juga menambahkan bahwa meski Franciska adalah anak angkat, pihak keluarga tetap menerima keberadaannya.
Terkait tudingan penggembokan rumah, Hanjar membantah. “Bukan digembok, cuma dirantai, tetap bisa dibuka. Itu hanya untuk mencegah hal yang tidak diinginkan selama sengketa berlangsung,” terangnya.
Persidangan akan dilanjutkan dengan agenda Pemeriksaan Setempat (PS) guna memastikan kondisi objek sengketa secara langsung. ***