Kediri (tahukediri.id) – Ratusan petani dari paguyuban Patani Puncu Makmur menggeruduk kantor ATR/BPN Kabupaten Kediri, pada Kamis (28/8/2025).
Dalam aksinya mereka menolak penetapan lahan Fasilitas Sosial (Fasos), dan Fasum (Fasilitas Umum) yang akan dilaksanakan oleh pemerintah karena berada di tanah garapan petani.
Pendamping aksi, Jihat Kusumawan menjelaskan bahwa, lahan yang akan ditetapkan sebagai Fasos), dan Fasum tidak sesuai kesepakatan awal. Dimana patok yang berada di kebun G336 seharusnya berada di Cengkehan, sesuai hasil redistribusi tanah (redis) tahun 2024 seluas 60 hektar.
Jihat mengatakan, pihaknya sebenarnya tidak mempermasalahkan adanya Fasos-Fasum, hanya saja menyayangkan tindakan BPN Kabupaten Kediri yang mematok lahan eks HGU PT Mangli Dian Perkasa tersebut tanpa adanya sosialisasi terhadap warga khususya petani sekitar yang sudah menanam di lahan tersebut secara turun menurun. Menurut mereka, titik tersebut diluar kesepakatan.
“Tanah tersebut sudah dikuasai rakyat, sudah ditanami rakyat sekitar 70 KK (Kepala Keluarga), sehingg kami petani disitu sudah menanami sejak lama, menanami sejak nenek moyang,” tegasnya.
Jihat menambahkan, lahan milik HGU PT Mangli Dian Perkasa telah habis izinnya sejak tahun 2020 dan tidak diperpanjang hingg batas akhri 2022. Artinya berdasarkan peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2023 Pasal 14-15, jika tidak ada pengajuan perpanjangan dua tahun sebelum atau sesudah masa berlaku, maka tanah tersebut otomatis menjadi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Kediri Kepala Kantor, Junaedi Hutasoit dalam mediasinya meminta mereka untuk membawa data yang dianggap posisinya tidak tepat untuk selanjutnya dikaji ulang sesuai dengan kesepakatan.
“Sebagaimana kita sampaikan kita akan menggunakan data yang betul-betul kesepakatan waktu itu. Kalau memang terjadi kesalahan pasti kita koreksi,” tegasnya.
Sementara Plt Dinas Pertanian dan Perkebunan Sukadi menyampaikan bahwa sebelum penetapan Fasos dan Fasum tersebut telah melalui proses yang panjang dan tentunya sesuai dengan permintaan warga setempat.
“Itu melalui perjalanan panjang, sampai Pak Dirjen datang. Terus waktu Pak Dirjen datang, mereka minta lokasi mereka, redisnya dimana, itu permintaan mereka semua. Bukan kita kok,” kelakarnya.
Sukadi juga mengatakan bahwa penyampaian aspirasi oleh warga itu adalah hal yang biasa.
“Yang kedua, kalau Fasum itu tadi kelihatan di depan, itu juga permintaan mereka. Karena apa? Dekat jalan. Yang minta mereka. Jadi kita ini mengikuti irama mereka,” tandasnya. ***
Reporter : Nanik Dwi Jayanti