Kediri (tahukediri.id) – Harga telur ayam di pasaran Kediri dan sekitarnya mengalami kenaikan signifikan hingga mencapai Rp27 ribu per kilogram pada akhir September 2025.
Angka ini naik dari harga sebelumnya Rp25 ribu per kilogram. Kenaikan harga telur ini tidak hanya dirasakan konsumen, tetapi juga berimbas pada peternak ayam petelur yang harus menghadapi tingginya biaya produksi.
Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) serta Dinas Perdagangan Kabupaten Kediri menjelaskan bahwa kenaikan harga telur disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan, naiknya harga pakan, serta musim pancaroba yang memengaruhi produktivitas ayam.
“Kalau untuk petelur selain sekali lagi kebutuhan meningkat. Kemudian produksi juga musim pancarobat tidak begitu maksimal. Itu juga sangat mempengaruhi,” terang Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Kediri, Tutik Purwaningsih.
Namun, pandangan berbeda disampaikan Peternakan Telur Nusantara Agrenesia yang berlokasi di Senowo, Kencong, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri. Menurut pemiliknya, Helmi Aulia, faktor cuaca tidak terlalu berdampak terhadap produktivitas. Baginya, persoalan utama justru terletak pada lonjakan harga pakan seperti jagung dan bekatul.
“Produktivitas kami tetap stabil, tapi harga pakan memang jadi beban utama,” kata Helmi Aulia pada reporter tahukediri.id, Sabtu (27/9).
Helmi menjelaskan, harga jagung kering di gudang yang sebelumnya Rp5.500 kini naik menjadi Rp6.700 per kilogram. Sementara itu, bekatul melonjak sekitar 30 persen dari Rp3.500 menjadi Rp5.000 per kg.
Kondisi ini membuat biaya pokok produksi peternak meningkat, sehingga beberapa peternak terpaksa mengurangi populasi ayam untuk menekan biaya. Dampaknya, suplai telur di pasar ikut berkurang sementara permintaan tetap tinggi.
“Kelangkaan bukan berarti telur tidak ada, tapi jumlahnya di pasar menurun. Sementara permintaan tetap tinggi, bahkan cenderung meningkat,” ujarnya.
Untuk mengatasi tekanan biaya produksi, Helmi menerapkan strategi efisiensi pakan dan memperkuat pemasaran langsung. Dengan memangkas rantai distribusi dan menjual langsung ke kios atau toko, peternak bisa mendapatkan margin keuntungan lebih besar dibanding hanya mengandalkan pengepul.
“Karena itu, selain efisiensi di pakan, kami juga dorong pemasaran langsung agar pendapatan peternak tetap terjaga,” terangnya.
Helmi menegaskan, langkah ini memberikan hasil yang lebih signifikan bagi peternak. “Kalau fokus hanya pada pakan, penghematan paling sekitar Rp200-Rp500 per kg. Tapi kalau peternak bisa jual langsung, margin yang didapat bisa Rp500 hingga Rp2 ribu. Itu lebih signifikan,” tegasnya.
Peternakan Telur Nusantara Agrenesia sendiri telah berdiri sejak 2019 dan terus berupaya menjaga stabilitas produksi meski harga pakan terus naik. ***
Reporter : Nanik Dwi Jayanti