Kediri (tahukediri.id) – Di sebuah rumah sederhana di Dusun Tondomulyo, Desa Gadungan, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, perjuangan panjang seorang ibu merawat anaknya yang menderita tumor bawaan sejak lahir. Adalah Genti (32) dan Febio Oktavian, anak usia lima tahun yang tengah menghadapi kondisi kesehatan langka sejak lahir yakni limfangioma (tumor jinak bawaan) dan makroglosia, kondisi yang menyebabkan lidahnya membesar melebihi ukuran normal.
Masih ingat jelas dalam ingatan Genti, bagaimana perjuangan itu dimulai. Saat Febio baru berusia tujuh bulan, bengkak di bagian leher dan lidahnya sudah membesar hingga dua kali lipat. Ia memberanikan diri membawa putranya ke Surabaya untuk diperiksa.
“Waktu itu dokter bilang lidahnya harus dipotong, tapi saya nggak berani. Dokter biusnya bilang risikonya tinggi, apalagi lidahnya sebesar itu. Saya takut… akhirnya pulang,” kenang Genti pada reporter tahukediri.id, Selasa (18/11).
Perempuan berusia 32 tahun tersebut baru berani mengambil langkah besar untuk Febio setelah dilakukan assesment dari Dinas Sosial pada bulan Desember tahun 2024. Febio kembali dirujuk ke rumah sakit di Surabaya. Ia menjalani MRI serta serangkaian pemeriksaan lanjutan.
Dokter anestesi kembali menegaskan risikonya bahkan lebih tinggi dibanding pasien biasa, karena saluran napas yang mudah tersumbat. Tetapi dorongan keluarga dan pendamping membuat Genti memberanikan diri mengambil langkah besar.
“Trus akhirnya itu tetap dokter biusanya bilang kalau adik ini lain dari yang lain. Pasti resikonya ada. Takutnya itu kalau ada sesak napas, agak napas gitu loh, Mbak, kan orang yang lidahnya normal aja dibius itu sesak apalagi adiknya kondisinya gini. Akhirnya sudah dibilangin kalau ibu berdoa saja, ini di sini juga kita siapin alat-alatnya kalau backup. Akhirnya berani. Terus alhamdulillah adek, bisa. Dilancarkan semuanya.,” ujarnya.
Selain operasi tumor, dokter juga merencanakan prosedur rekonstruksi lidah. Hal tersebut mengingat risiko lidah Febio yang terus membesar seiring pertumbuhan usianya, dan hal tersebut bisa mengganggu makan, bicara, hingga pernapasan.

Lagi-lagi itu bukan keputusan yang mudah bagi Genti. “Saya tanya dokter berkali-kali, nanti makannya gimana? Harus steril kan? Kata dokter sementara lewat selang dulu, sampai lukanya kering. ,” jelas Genti.
“Kalau dengar kata ‘operasi lidah’, saya langsung down. Tapi ya mau gimana, demi dia.” imbuhnya.
Beberapa dokter memberikan opsi berbeda—mulai dari embolisasi hingga rekonstruksi langsung sehingga keluarga pun harus menunggu jadwal pasti operasi besar berikutnya.
Di tengah proses panjang itu, ia merasa bersyukur, Dinas Sosial, Kementerian Sosial dan sejumlah relawan terus memberikan pendampingan. Walau berat, Genti mengaku dukungan itulah yang menjaga semangatnya tetap hidup.
“Kalau ada yang support, rasanya dipedulikan. Jadi kuat lagi,” katanya.
Namun ia juga mengakui bahwa yang paling melelahkan bukan hanya soal biaya atau perjalanan, melainkan kesiapan mental sebagai orang tua.
“Waktu injeksi aja, lihat dia dibawa masuk ruang operasi… rasanya kayak kehilangan. Nangis sampai nggak kuat,” terangnya.
Meskipun menjalani banyak perawatan, Febio tumbuh sebagai anak aktif dan cerdas. Ia berbicara lancar, bermain ceria, dan jarang sekali mengeluh sakit.
“Kadang saya bingung, ‘Le, yang sakit yang mana?’ Dia pintar sekali. Ditanya dokter, ‘Sakit nggak?’ Dia jawabnya, ‘Enggak,’” kata Genti
Meski Febio sudah memasuki usia lima tahun, ada satu hal yang membuat Genti menunda sekolah untuk sementara, rasa tidak nyaman Febio ketika dipandangi orang asing.
“Kan belum tak sekolahin kan, Mbak? Terus biasanya orang-orang tanya, kenapa kok belum sekolah, kok belum sekolah. Belum, masih fokus pengobatan, aku bilang gitu aja, Mbak. Yang sehat saja kadang sekarang banyak bully,”
Di tengah berbagai prosedur medis yang masih harus dijalani, Genti hanya memiliki satu harapan besar untuk anaknya, “Semoga semua operasi lancar, tumornya hilang, lidahnya bisa normal, dan dia bisa sekolah seperti teman-temannya… Saya cuma ingin dia tumbuh seperti anak-anak lain,” tutupnya.
Koordinator Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jawa Timur Arif Witanto mengatakan, tumor yang diidap Febio membuatnya kesulitan untuk makan, minum, bicara maupun bernapas.
“Kami berharap agar anak ini mendapatkan bantuan penanganan medis dengan harapan bisa beraktivitas lagi normal sebagaimana anak seusianya,” pintanya. ***
Reporter : Nanik Dwi Jayanti

