Kediri (tahukediri.id) – Fenomena jual beli jabatan di Indonesia kembali mencuat setelah pengacara Cak Sholeh membagikan video di media sosial yang menyoroti dugaan praktik serupa dalam seleksi perangkat desa di Kabupaten Kediri. Video yang diunggah pada Selasa (7/10/2025) di akun Facebook miliknya itu menampilkan dua orang yang mengaku sebagai korban dari Forum Peserta Perangkat Desa di Kediri.
“Saya kedatangan tamu dari Kediri, mereka ini adalah Forum Peserta Perangkat Desa, tapi korban posisine,” kata Cak Sholeh dikutip redaksi tahukediri.id dalam videonya yang kini telah ditonton lebih dari 256 ribu kali.
Dalam video tersebut, Cak Sholeh menanyakan kepada dua tamunya terkait laporan yang sudah mereka sampaikan ke Polres Kediri dan Polda Jatim. Ia menyoroti lambannya perkembangan kasus, meski menurut Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), status perkara sudah naik dari saksi menjadi tersangka sejak 30 Juni 2025.
“Menurut Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas, sudah ditingkatkan dari status saksi menjadi tersangka tertanggal 30 Juni 2025. Kamu tahu soal itu? tidak tahu? Kamu tahunya dari Kompolnas?” tanyanya kepada korban.
Cak Sholeh juga mengungkapkan bahwa rata-rata uang yang diberikan untuk bisa menjabat sebagai perangkat desa di Kediri berkisar antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar. “Paling rendah Rp200 juta hingga Rp1M untuk bisa menjadi sekdes,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyinggung sikap Bupati Kediri yang dinilai kurang tegas dalam menyikapi dugaan praktik suap tersebut. “Bupatine jek nom, kudunekudu teges to,” tambahnya.
Cak Sholeh kemudian mengajak para pengikutnya untuk membantu memviralkan kasus ini agar mendapat perhatian publik dan pemerintah pusat.
“Seperti biasa teman-teman Indonesia kalau tidak viral tidak akan mendapatkan keadilan. Kasus ini harus kita viralkan supaya dapat atensi nasional. Ini memalukan dalam era demokrasi seperti sekarang kita ini mengurangi korupsi nggak tahunya, nggak usah jadi bupati, camat, urusan perangkat desa tidak boleh dibiarkan. Ayo viralkan supaya tersangka-tersangka segera diumumkan dan disandingkan di pengadilan,” tegasnya.
Video tersebut menuai banyak respons dari warganet. Beberapa komentar menyebut praktik jual beli jabatan di tingkat desa sudah menjadi rahasia umum. “Sudah rahasia umum pak Cak Sholeh jual jabatan. Akane gak amanah kerjanya gak dadi hati ke hati,” tulis salah satu netizen.
“Difiralkan aja, selama ini pemerintah cuman omon-omon doang,” tulis lainnya.
Menanggapi isu tersebut, Kabid Bina Pemerintah Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Kediri, Henry Ristiandi, menyatakan bahwa secara aturan, pemerintah kabupaten hanya menerima laporan terkait pelaksanaan kegiatan penerimaan perangkat desa.
“Dari dulu yang namanya perangkat desa itu kan anak buahnya kepala desa, berarti yang mengadakan, pengangkatan itu kepala desa sesuai aturan pada pengangkatan dan pemberhentian harus ada rekom camat. Nek pemerintah kabupaten secara aturan hanya dilapori kegiatannya itu, sudah sampe sini, sudah sampe sini,” jelasnya.
Terkait dugaan jual beli jabatan, Henry menegaskan bahwa hal tersebut berada di luar kewenangan DPMPD. “Nah kalau jual beli jabatan kan kita nggak tahu, itu kan hubungannya sudah proses dengan pihak polda. Nek secara aturan kita hanya administrasi hubungannya sama laporan. Hubungannya dengan jual beli jabatan kan sama APH-nya,” imbuhnya.
Henry menambahkan, jika hasil pemeriksaan nanti mengarah pada sanksi, maka pihaknya akan menindaklanjuti sesuai ketentuan. “Sanksi khusus pada saat hubungannya misal, pemerintah desa misal dari sana ada hasil pemeriksaan atau penyidikan yang mengarah ke sanksi ya kita lakukan,” tegasnya. ***
Reporter : Nanik Dwi Jayanti