Close Menu
tahukediri.idtahukediri.id
    What's Hot

    Sowan ke Pondok Lirboyo Kediri, Chairul Tanjung Minta Maaf atas Tayangan “Xpose Uncensored”

    23 Oktober 2025 - 19:17

    Ledakan Keras Gegerkan Warga Mojoroto Kediri, Ternyata Berasal dari Ini

    23 Oktober 2025 - 18:23

    Ambulans RSUD SLG Kediri Kecelakaan di Tol Jombang – Mojokerto Saat Bawa Pasien Rujukan ke Surabaya

    23 Oktober 2025 - 06:51
    Facebook X (Twitter) Instagram
    tahukediri.id
    • Beranda
    • News
    • Travel
      • Wisata
      • Kuliner
      • Seni & Budaya
    • Multimedia
      • Foto
      • Video
    • Tentang Kami
    • Kontak
    • Arsip
    Facebook X (Twitter) Instagram
    tahukediri.idtahukediri.id
    Home»Seni dan Budaya»Cerita Bubuksa dan Gagang Aking, Legenda di Candi Surowono Kediri yang Tak Banyak Diketahui

    Cerita Bubuksa dan Gagang Aking, Legenda di Candi Surowono Kediri yang Tak Banyak Diketahui

    Seni dan Budaya 8 Mei 2025 - 22:01
    WhatsApp Facebook Twitter LinkedIn Tumblr Pinterest Email
    Foto TahuKediri ID
    Relief Candi Surowono Kediri. [foto : Nanik Dwi Jayanti/tahukediri.id]
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

     [fotKediri (tahukediri.id) – Cerita Bubuksa dan Gangang Aking mungkin sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat terutama Jawa. Namun tahukah kamu bahwa legenda tersebut ternyata diambil dari kisah yang tergambar dalam relief Candi Surowono.

    Candi Surowono merupakan candi Hindu peninggalan Kerajaan Majapahit yang tertinggal di Desa Canggu, Kecamatan Pare. Berbeda dengan candi Hindu pada umumnya, candi ini memiliki bentuk yang khas dan dengan penggambaran cerita kehidupan sehari-hari juga legenda yang serat akan nilai moral di dalamnya seperti kisah Bubuksa dan Gagang Aking.

    Hal ini juga yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan terutama pelajar yang ingin mempelajari majapahit. Ladiya salah satunya yang tertarik akan cerita-cerita pada relief Candi Surowono.

    “Relief-reliefnya menarik sih kebetulan nggak hanya tentang kerajaan-kerajaan, cerita-cerita kaya kancil gitu. Yang yang paling menarik menurut saya itu cerita Bubuksa sama Gagang Aking,” kata Ladiya salah satu pelajar yang tertarik akan sejarah di Candi Surowono.

    Cerita Bubuksa dan Gagang Aking

    Diceritakan, Bubuksa dan Gagang Aking merupakan dua pendeta bersaudara dengan karakter berbeda. Gagang Aking memiliki perawakan kurus dan khusuk saat bertapa, berbeda dengan adiknya Bubuksa yang berbadan gemuk tapi memiliki sifat baik hati.

    Pada suatu masa keduanya menjalankan pertapaan. Gagang Aking dengan tubuh khurusnya berprinsip bahwa dalam bertapa yakni harus khusyuk dan mampu menahan makan dan minum.

    Berbeda dengan Bubuksa yang manganut prinsip bahwa dalam bertapa harus mengenal alam seperti dengan bercengkrama dan membantu makhluk disekitarnya. Hal tersebutlah yang membuatnya tetap makan dan minum.

    Hingga suatu waktu dewa menguji ketaatan keduanya dengan menjelma menjadi harimau putih. Pertama ia menghampiri Gagang Aking dan mengatakan akan memakannya. Sontak saja hal tersebut membuat konsentrasi bertapanya pecah bahkan ketakutan, lalu berkata “aku tidak enak untuk dimakan wahai harimau, badan ku sangat kurus, kau tidak akan kenyang jika memakanku. Jadi kamu makan saja adikku yang bertubuh gemuk.”

    Kemudian si harimau putih mendatangi Bubuksa dan mengatakan hal yang sama yakni ingin memangsanya. Namun siapa sangka, Bubuksa menyerahkan dirinya dengan suka rela ke harimau putih.

    “Jika hanya itu yang bisa membuat mu hidup, maka aku akan membiarkan diriku untuk dimakan kau. Sejatinya aku memang diciptakan untuk saling menolong terhadap semua makhluk hidup dan badan ku yang besar ini tidak hanya memberi mu pertolongan akan tetapi memberikan penghidupan bagi mu, akan ku lakukan.”

    Mendengar ketulusan dari Bubuksa akhirnya harimau putih tersebut berubah ke wujud aslinya ke Kalawijaya bertepatan dengan Gagang Aking yang ingin menghampiri sang adik.

    Karena Bubuksa dinilai tulus dan rela menyerahkan dirinya ke makhluk hidup membuatnya medapatkan derajat yang lebih tinggi dan dibawa ke Swargaloka, tempat kematangan ruhani.

    “Jadi kayak cerita dari itu, bertapa itu bukan tentang tapanya aja tapi juga keikhlasan hati,” tandas Lidya. ***

    Reporter : Nanik Dwi Jayanti

    Bubuksa dan Gagang Aking Candi Surowono kediri Legenda
    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
    Previous ArticleIkuti Munas APEKSI, Mbak Wali Pererat Sinergi Antar Kota untuk Wujudkan Kota Kediri MAPAN
    Next Article Daya Tarik Candi Tegowangi Kediri, Wisata Sejarah Peninggalan Majapahit

    Info Lainnya

    Sowan ke Pondok Lirboyo Kediri, Chairul Tanjung Minta Maaf atas Tayangan “Xpose Uncensored”

    23 Oktober 2025 - 19:17

    Ledakan Keras Gegerkan Warga Mojoroto Kediri, Ternyata Berasal dari Ini

    23 Oktober 2025 - 18:23

    Dorong Percepatan Sertifikasi SLHS, Satgas SPPG Kabupaten Kediri Gencar Bina Keamanan Pangan

    21 Oktober 2025 - 21:29

    Surat di Ompreng, Cara Unik Interaksi Anak Sekolah dengan Koordinator SPPG Deyeng Kediri

    21 Oktober 2025 - 16:10

    Tayangan Trans7 Singgung Kiai, Ribuan Santri Kediri Gelar Aksi Damai

    21 Oktober 2025 - 13:16

    ODGJ Mengamuk di Desa Wonosari Kediri, Lukai Anak Kecil

    20 Oktober 2025 - 20:51
    Leave A Reply Cancel Reply

    banner

    Info Menarik!

    Sowan ke Pondok Lirboyo Kediri, Chairul Tanjung Minta Maaf atas Tayangan “Xpose Uncensored”

    23 Oktober 2025 - 19:17

    Ledakan Keras Gegerkan Warga Mojoroto Kediri, Ternyata Berasal dari Ini

    23 Oktober 2025 - 18:23

    Ambulans RSUD SLG Kediri Kecelakaan di Tol Jombang – Mojokerto Saat Bawa Pasien Rujukan ke Surabaya

    23 Oktober 2025 - 06:51

    Kejari Kabupaten Kediri Banding atas Vonis 3 Tahun Terdakwa Korupsi Jual Beli Tanah PTPN X

    22 Oktober 2025 - 18:23

    Bupati Kediri Janjikan Lanjutkan Insentif Guru Madin di Momen Hari Santri Nasional 2025

    22 Oktober 2025 - 15:07
    © 2025 TahuKediri.ID | serba tahu soal Kediri

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.