Kediri (tahukediri.id) – Gunung Kelud kembali menjadi perhatian setelah lebih dari satu dekade pasca-erupsi dahsyat tahun 2014. Gunung yang terletak di perbatasan Kabupaten Kediri, Blitar, dan Malang ini kini telah memasuki fase kedua aktivitasnya. Perubahan karakter Gunung Kelud menjadi sorotan utama, terutama terkait potensi bahaya dan langkah-langkah mitigasi yang perlu dilakukan.
Khoirul Huda, mantan petugas Pengamat Gunung Kelud di Pos Pengamatan Gunung Kelud, yang berada di area Perkebunan Margomulyo, Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, menjelaskan bahwa karakter Gunung Kelud mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Perubahan Karakter Gunung Kelud
Menurut Khoirul Huda, Gunung Kelud pada tahun 1990 memiliki volume air kawah sebesar 2.500.000 meter kubik. Namun, pada tahun 2007 terjadi erupsi efusif atau erupsi belahan yang membentuk anak Gunung Kelud atau kubah lava.
“Anak gunung tersebut menjadi sumbat yang akhirnya menutup permukaan kawah Gunung Kelud dan itu dihancurkan tahun 2014 dengan erupsi yang sangat dahsyat sampai 20 km ke atas,” katanya saat dialog bersama Ketua FPRB Kabupaten Kediri dr Ari Purnomo Adi.
Khoirul mengajak kita flashback ke belakang, bagaimana erupsi tahun 1990, kondisinya seperti apa, lingkungan kita. Erupsi tidak besar karena adanya air danau kawah.
“Sekarang lagi proses, mudah-mudahan banyak pihak membantu untuk mengurangi volume air kawah tersebut, sampai hari ini belum bisa dilakukan. Mudah-mudahan tidak ada apa-apa,” tambahnya.
“Ke depan Insya Allah kondisinya tidak seperti 2014, karakter letusannya Insya Allah tidak terlalu jauh dari model tahun 1990. Itu letusannya tidak terlalu tinggi, mungkin sekitar 10 km, itu nanti mengakibatkan awan panas kolaps, jadi meluncur ke atas, kemudian tenaganya habis dan menyusur ke bawah,” terusnya.
Dampak dan Upaya Mitigasi
Dampak letusan bergantung pada volume material yang dikeluarkan dan seberapa tinggi letusan terjadi. Khoirul Huda menjelaskan bahwa pada tahun 1990, jangkauan awan panas mencapai 5 km dari kawah, dengan daerah terdampak meliputi Perkebunan Margomulyo di barat, kampung di utara Gandusari di selatan, serta pertemuan Kali Nogo hingga hulu Sungai Konto di utara.
Untuk mengurangi dampak luncuran awan panas, ia menekankan pentingnya penanaman pohon.
“Sekarang untuk mengurangi luncuran tersebut, yaitu tadi menanam pohon. Bangun DAM itu hanya sekadar untuk mengangkrek-ngangkrek kalau ada lahar. Kalau ini awan panas, itu yang menghambat tanaman. Maka wajib menanam pohon supaya tidak sampai ke lokasi,” ajak pria yang akrab disapa Mbah Khoirul ini.
Terkait bahaya antara letusan tinggi seperti 2014 dengan letusan yang disertai air kawah, ia menjelaskan bahwa letusan besar ke atas lebih aman bagi area sekitar dibandingkan letusan yang lebih rendah dengan air kawah.
“Kalau dibilang bahaya, untuk areal kita lebih memilih yang besar dan tinggi, seperti tahun 2014, karena sekitar kita aman. Material yang dikeluarkan tetap sama, sekitar 130.000.000 s/d 150.000.000 meter kubik. Kalau itu dinaikkan ke atas dan disebar ke seluruh Pulau Jawa, otomatis agak enteng, tetapi kalau hanya sekitar 10 km, ya 130.000.000 meter kubik hanya dibagi di lereng Gunung Kelud,” jlentrehnya.
“Seperti tahun 1990 semua orang mengalami. Karena air kawah mengurangi energi lebih besar. Yang bisa menghambat hanyalah vegetasi dan hutan. Saya melihat tahun 1990 hutan kita masih lebat,” tambahnya.
Kondisi Terkini Gunung Kelud
Berdasarkan laporan aktivitas gunung api periode pengamatan 10 Februari 2025, Gunung Kelud masih berstatus Level I (Normal). Cuaca di sekitar gunung cenderung berawan hingga hujan, dengan suhu udara berkisar antara 19-30°C dan kelembaban udara 68-88%.
Tidak terpantau adanya aktivitas asap kawah yang mencurigakan, meskipun suhu air danau kawah tercatat sebesar 29,16°C.
Dalam laporan yang disusun oleh Aditya Gurasali, A.Md. dari KESDM, Badan Geologi, PVMBG, disebutkan bahwa masyarakat dan wisatawan dilarang mendekati kawah Gunung Kelud dalam radius 1 km.
Selain itu, masyarakat dan penambang diminta mewaspadai potensi lahar di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Kelud. ***