Kediri (tahukediri.id) – Pemerintah Kota Kediri melakukan penertiban terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang Jalan Patimura, pada Senin (19/5/2025). Tetapi dalam penertiban ini mendapatkan protes dari pedagang dengan mencatut nama wali kota.
Kabid Perdagangan Disperdagin Kota Kediri Rice Oriza mengatakan, penertiban PKL Jalan Patimura ini sudah sesuai dengan kesepakatan bersama yang dibuat 28 April 2025. Dimana, sesuai Peraturan Wali Kota Kediri Nomor 37 Tahun 2015 jam berjualan mulai pukul 15.00 WIB 24.00 WIB. Tetapi kenyataanya masih ada pedagang yang berjualan pagi hari.
“Yang kita tertibkan hari ini empat pedagang. Ada yang kita minta bergeser ke gang karena tidak diperbolehkan berjualan di bahu jalan. Ada pula yang memilih beralih berjualan malam hari,” tegas Rice Oriza kepada tahukediri.id.
Dalam kesepakatan, imbuh Riris, panggilan akrab Rice Oriza ukuran maksimal lapak pedagang 2 kali 7 meter. Bahkan, Disperdagin bersama Dinas PUPR sudah melakukan pengukuran untuk space jualan tersebut, pada Sabtu kemarin. Pedagang, khususnya yang berjualan pada malam hari supaya mematuhi kebijakan dan kesepakatan itu.
Dari hasil pendataan, ditemukan 12 lapak angkringan di sisi timur rel dan 14 lapak di barat rel kereta api Jalan Patimura. Kemudian dua lapak dagangan take away diminta menggunakan tempat lebih kecil 2 meter.
“Kita tidak melakukan lotre, tetapi kita sesuaikan dengan exiting yang ada. Yang jualan di barat rel tetap berjualan di barat rel. Sedangkan di timur rel itu juga tetap berjualan di timur rel,” paparnya.
Polres Kediri Kota juga memberikan masukan agar area dari perempatan Kantor Pegawai hingga Reco Pentung steril dari PKL karena berdekatan dengan jalur belok kiri jalan terus yang rawan kemacetan.
“Karena disitu ada jalur belok kiri jalan terus, otomatis apabila banyak pedagang yang jualan disitu, pasti akan berpengaruh terhadap kelancaran arus. Sehingga disepakati ada beberapa angkringan yang nantinya akan kita pindah ke barat perempatan Pegawaian,” imbuh dia.
Namun penataan ini ditolak oleh sebagian pedagang. Amida Debora, pemilik Angkringan 45 mengaku keberatan dan bahkan mencatut nama Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati sebagai bentuk protes.
“Saya sudah ketemu mbak Vinanda di acara klub motor King di Tirtoyoso. Mbak Vinanda aja bilang tunggu dulu akan kita selesaikan bersama. La ini, pemerintahannya yang motong, tidak boleh jualan. Kita tidak mau,” katanya.
Debora mengaku sudah 4 tahun berjualan angkringan di tempat tersebut dan belum pernah ada penertiban seperti hari ini. Dia mensinyalir ada unsur politikk dalam kebijakan yang mendadak itu.
“Kenapa perda tahun 2015 baru ditetapkan sekarang. Sebenarnya itu kayak masa transisinya politik saja, entah ingin menjatuhkan mbak wali, atau apa kita tidak tahu. Kalau mbak wali belum turun langsung, kita akan tetap berjualan seperti biasa,” tegasnya.
Rice Oriza membantah tuduhan pedagang bahwa penataan PKL tanpa pemberitahuan atau sosialisasi. Sebab, Pemkot Kediri sudah memberi tenggang waktu tiga minggu untuk pemberlakuan zonasi berjualan sesuai peraturan. ***