Kediri (tahukediri.id) – Dinamika dalam dunia jurnalisme kian menjadi perhatian publik, yang berdampak pada tingkat kepercayaan publik pada profesi jurnalis. Praktik jurnalisme yang tidak profesional dan maraknya media daring atau online yang tidak berimbang menjadi topik hangat dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Koordinator Daerah (Korda) Kediri.
Dengan membuat tajuk “Membangun Kepercayaan Publik Melalui Jurnalisme Positif”, acara di Hotel Merdeka Kediri, 5 November 2025, ini menghadirkan narasumber Muhammad Jazuli, Anggota Dewan Pers sekaligus Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers.
Acara ini dihadiri oleh berbagai unsur dari pemerintah maupun masyarakat, mengingat praktik tersebut juga juga menjadi sorotan publik di Kediri.
Peserta yang hadir di antaranya OPD Kota dan Kabupaten Kediri, Polres Kediri, Polres Kediri Kota, Bank Indonesia, perwakilan RSUD Gambiran, Paguyuban Kepala Desa Kabupaten Kediri, Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota/Kabupaten, Koni Kota maupun Kabupaten, KPU dan Bawaslu Kota/ Kabupaten Kediri, Tokoh masyarakat, serta perwakilan dari PT Gudang Garam Tbk.
Jazuli mengungkapkan adanya peningkatan drastis pada jumlah pengaduan ke Dewan Pers, yang mayoritas didominasi oleh media online. Hal ini disebabkan menjamurnya media yang tidak diimbangi oleh kompetensi awak media yang mumpuni.
Poin Utama Paparan Muhammad Jazuli menyoroti sejumlah permasalahan yang banyak terjadi di daerah yakni tentang praktik ketidakprofesionalan tersebut.
Jazuli menegaskan jika tidak ada kewajiban bagi Kepala Desa, Kepala Sekolah, atau Kepala Puskesmas untuk melakukan kerja sama publikasi dengan wartawan.
”Tidak ada kewajiban Kepala Desa, Kepala Sekolah, Kepala Puskesmas untuk melakukan kerja sama publikasi dengan wartawan, enggak ada kewajibannya,” tegas Jazuli.
Ia menekankan bahwa menolak permintaan kerja sama dari oknum wartawan yang mencari keuntungan dapat dilakukan tanpa perlu mencari dasar hukum, sebab hukum asalnya memang tidak mewajibkan. Praktik pemerasan sering dilakukan oknum dengan manuver meminta uang atau proyek.
Untuk mengatasi perilaku wartawan yang menyalahgunakan profesi atau produk jurnalistik yang merugikan, publik didorong untuk mengadu ke Dewan Pers.
Anggota Dewan Pers tersebut juga menjelaskan mekanisme untuk melaporkan oknum wartawan tersebut.
“Proses Aduan bisa secara daring melalui web Dewan Pers atau kontak admin yang disediakan. Waktu Penanganan paling lambat 14 hari kerja aduan sudah harus ditangani (proses awal), dengan total penyelesaian kasus bisa mencapai 1 hingga 2 bulan”, kata Jazuli
Sedangkan untuk memberi efek jera, Dewan Pers kini memiliki sanksi yang lebih keras untuk media yang melanggar yakni bagi media yang sudah terverifikasi. Jika melakukan Pelanggaran Berat seperti berbohong, plagiat, atau beritikad buruk, satu kali saja, maka Verifikasi akan dicabut.
Jika melakukan Pelanggaran Ringan seperti tidak Cover Both Side atau tidak melakukan uji informasi, lima kali dalam kurun waktu satu tahun, maka Verifikasi juga akan dicabut.
Sementara itu, untuk media yang belum terverifikasi, Jika melakukan pelanggaran serius seperti menyalahgunakan profesi, maka kasus tidak lagi ditangani Dewan Pers dan dapat diproses Pidana ke Polisi.
Jazuli mengingatkan bahwa wartawan memiliki privilege atau keistimewaan akses, sehingga harus terikat pada Kode Etik Jurnalistik. Dalam sengketa pers, keberimbangan berita (cover both side) adalah mutlak.
Jazuli menambahkan jika profesi wartawan tidak boleh merangkap profesi yang berhubungan dengan publik seperti wartawan merangkap Polisi, Tentara, atau Advokat berpotensi besar menimbulkan konflik kepentingan (Conflict of Interest).
“Profesi yang terkait dengan publik memiliki kode etiknya masing-masing, sehingga merangkap jabatan seperti itu berisiko menimbulkan tabrakan kode etik dan tidak diperbolehkan”, tutup Jazuli
Sementara itu, Ketua IJTI Korda Kediri Roma Duwi Juliandi mengatakan kegiatan tersebut merespon banyaknya masukan dari berbagai unsur instansi dan masyarakat umum terkait maraknya praktik penyalahgunaan profesi jurnalis.
“Ini merespon baik dari teman legislatif pemerintahan dan unsur masyarakat yang sering menghadapi pemberitaan yang tidak berimbang atau tidak cover both side dan tanpa konfirmasi, hal tersebut yang mendorong IJTI Korda Kediri untuk mengundang dari perwakilan Dewan Pers yakni ketua komisi pengaduan dan penegakan etika pers,” jelas Roma.
Roma berharap dengn kegiatan tersebut, masyarakat mengerti alur yang harus dilakukan jika mengalami kejadian tersebut, melalui proses pengaduan ke Dewan Pers.
“Diharapkan ada literasi baru untuk para terkait pengaduan, persoalan sengketa pers, dilakukan dengan mekanisme lapor ke Dewan Pers melalui nomer kontak yang dibagikan,” ungkap ketua IJTI Korda Kediri.
Ia juga menambahkan jika IJTI Korda Kediri mengusung positive jurnalisme, yang sudah berjalan.
“Ini tidak hanya IJTI saja tapi positive jurnalisme juga sudah dilakukan teman-teman dari organisasi lain di Kediri,” pungkas Roma.
Focus Group Discussions yang digelar IJTI Kediri ini bertujuan memperkuat peran publik dalam mengawasi praktik jurnalisme dan memberikan keberanian kepada masyarakat untuk melaporkan wartawan tak beretika yang menyalahgunakan profesinya. ***
Reporter : Abdur Rosyid

