Kediri (tahukediri.id) – Warga Desa Wonorejo, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri digegerkan aksi pencabutan patok batas wilayah yang dilakukan oleh warga Desa Asmorobangun bersama kepala desa setempat tanpa pemberitahuan.
Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Sejahtera, Sri Winardi, menyebut kejadian tersebut berlangsung pada Senin (29/9/2025). “Jadi sekitar jam 1-an (siang), itu kurang lebih jam 1, mereka mencongkel patok,” katanya pada reporter tahukediri.id, Kamis (1/10/2025).
Winardi menegaskan patok tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. “Kan sudah diukur mulai tahun 2017 itu sudah ada Pak. Jadi diukur, terus tahun 2024 itu kan muncul istilahnya ini kesepakatan batas itu kan sudah ditandatangani antara Kepala Desa. Terus patok juga sudah ditancapkan gitu lho,” terangnya.
Kepala Desa Wonorejo, Zainal Abidin, menyatakan pencabutan patok dilakukan sepihak tanpa pemberitahuan kepada pihaknya. “Kami dari desa juga nopo nggih kaget dengan aksi semacam niku, aksi yang diaksikan dengan desa Asbang (Asmorobangun) itu kan tidak ada surat pemberitahuan kepada Desa Wonorejo atau pun yang lain, kami sampai sekarang belum ada untuk surat resmi dari aksi tersebut, kami juga kaget mengenai hal itu,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Desa Asmorobangun, Sunardi, mengungkapkan aksi tersebut dipicu kemarahan warga yang merasa memiliki hak atas hutan di wilayah Wonorejo, namun tak mendapat bagian setelah adanya surat kerja sama dari Perhutani.
“Kemarahan warga seperti itu sehingga, ya ini, melaksanakan itu, kita sebetulnya pembatalan, membatalkan kesepakatan itu. Tapi kan warga itu memaksa kita untuk mencapai itu sebagai simbol kita inginkan. Tapi apakah itu bisa benar-benar bisa diinginkan? Nah itu kan perkara lain, tapi yang kita usahakan bagaimana kita warga ini juga bisa mendapatkan hak juga kepada pengelola. Itu intinya di situ,” jelasnya.
Sunardi menambahkan bahwa hutan adalah milik negara dan siapapun berhak atasnya. “Kita dapat menguasai seluruh hutan itu ya, hutan, enggak ada kaitannya dengan itu, siapapun boleh, sebetulnya itu yang poin. Itu yang sebetulnya kita masih mau cari solusinya terkait dengan itu dan nanti, hutan itu kan luas dong disitu, dan nanti mungkin kita bisa, ya bagaimana kita juga bisa mendapatkan hak juga disitu, bagaimana kita bernegosiasi dengan stakeholder yang lain, dan itu masih seperti itu makanya, ini yang kita lagi usahakan,” katanya.
Diketahui, pada 2021 Perhutani membuat surat mengenai skema kemitraan seluas 363 hektare di wilayah tersebut, namun peta lahan tidak pernah diterbitkan secara resmi. Kondisi ini menimbulkan klaim dari warga Asmorobangun atas sebagian kawasan hutan yang sudah lama digarap warga Wonorejo dan desa sekitar.
Atas peristiwa tersebut, LMDH Wana Sejahtera berencana menempuh jalur hukum karena menilai pencabutan patok telah merusak fasilitas negara. “Kalau yang kita ambil, maksudnya yang kita ambil adalah perusakannya itu, kita buat laporan dulu. Kapan itu? Ini masih apa gitu, bikin taksinya dulu, nanti kita yang yang membuat. Itu kan aset negara,” tegas Winardi. ***
Reporter : Nanik Dwi Jayanti