Kediri (tahukediri.id) – Desi Sri Maharini bukan sekadar juru bahasa isyarat. Ia adalah sahabat sejati teman tuli yang dengan ketulusan hati hadir di banyak ruang publik, menjembatani dunia yang tak bersuara menjadi pesan yang utuh dan bermakna.
Dari ruang press rilis Polres Kediri Kota hingga forum-forum resmi di instansi pemerintahan, kehadirannya menjadi wajah inklusi yang nyata di tengah masyarakat.
Perjalanan Desi dimulai dari ketertarikannya yang sederhana: mengamati cara teman tuli berkomunikasi. Berbekal gelar S1 Ekonomi Manajemen, ia tidak langsung melangkah ke dunia isyarat. Namun tahun 1998 menjadi titik balik, saat ia mengikuti kursus menjahit di LKP milik Maskurun, Ketua Gerkatin Jawa Timur.
“Dari situ saya diajak Bu Yuyun (sapaan akrab Maskurun) untuk belajar bahasa Isyarat dan teman tuli juga mendukung akhirnya senang juga bergabung sama mereka,” katanya kepada reporter tahukediri.
Komunitas Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) menjadi tempat Desi mengasah kemampuannya. Ia belajar tak hanya untuk memahami, tapi juga untuk menyampaikan—mengubah keheningan menjadi narasi yang bisa dipahami oleh semua orang.

“Kalau sudah bisa menyampaikan apa ya bisa komunikasi dengan mereka itu kayaknya dia itu seneng banget,” imbuhnya, menggambarkan betapa bahagianya ia saat komunikasi itu benar-benar tersampaikan dan dipahami.
Meski kini kerap dipercaya menjadi juru bahasa isyarat di berbagai kesempatan penting, Desi tidak pernah berhenti belajar. Ia menyadari bahwa bahasa isyarat pun terus berkembang, mengikuti dinamika kehidupan dan budaya.
“Sampai sekarang aku masih belajar mbak, karena banyak kosakata isyarat dari pusat yang baru seperti sekarang diantaranya isyarat tentang kajian islam,” tutupnya.
Dengan semangat belajar yang konsisten dan dedikasi yang tulus, Desi Sri Maharini menjadi contoh nyata bahwa inklusi bukan sekadar wacana, tetapi tindakan yang penuh empati dan kesungguhan. ***
Reporter : Nanik Dwi Jayanti