Kediri (tahukediri.id) – Di balik tawa badut dan wajah seram “pocong” yang berdiri di perempatan jalanan Kediri, tersimpan kisah perjuangan hidup yang tak semua orang tahu. Mereka bukan sedang syuting film horor atau pertunjukan jalanan, melainkan berjuang mencari rezeki di tengah sulitnya kondisi ekonomi. Fenomena ini kini menjadi perhatian serius Satpol PP Kabupaten Kediri.
Plt Kasatpol PP Kabupaten Kediri, Kaleb Untung Wicaksono, mengaku pihaknya memang belum memiliki data pasti tentang jumlah pengamen berkostum badut maupun pocong yang kini banyak terlihat di jalanan. Namun secara kasat mata, jumlah mereka disebut meningkat tajam tahun ini.
“Kami belum pernah mendata secara detail berapa jumlahnya, karena ranahnya bukan di kami. Tapi kalau dilihat dari kondisi di lapangan, memang trennya meningkat. Mungkin karena faktor ekonomi yang sedang sulit,” ujarnya pada tahukediri.id, Senin (27/10).
Kaleb menjelaskan, yang menjadi masalah bukanlah kostum atau profesi mereka, melainkan aktivitas mengamen di area publik seperti perempatan jalan yang dinilai melanggar Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum (Perda Kantibun). Aktivitas ini dinilai berisiko menimbulkan gangguan lalu lintas dan membahayakan keselamatan diri maupun pengguna jalan.
“Sebenarnya kami tidak melarang aktivitasnya berdandan pocong, atau berdandan karakter badut. Tapi ya itu tadi, tempatnya (melanggar Perda Kantibun),” tegasnya.
Meski demikian, Satpol PP belum menerapkan sanksi pidana terhadap para pelanggar. Hingga kini, tindakan yang dilakukan masih sebatas pembinaan dan sosialisasi. Barang-barang seperti kostum dan alat musik biasanya disita sementara dan dikembalikan setelah pembinaan selesai. Namun bagi pelanggar berulang, Satpol PP siap menindak hingga sidang Tipiring (Tindak Pidana Ringan) dengan ancaman kurungan maksimal tiga bulan atau denda hingga Rp50 juta.
Penertiban dilakukan rutin minimal dua kali seminggu di sejumlah wilayah seperti Pare, Ngadiluwih, Wates, hingga Ringinrejo. Namun, luasnya wilayah membuat operasi tidak bisa digelar serentak di semua titik.
Menanggapi isu bocornya jadwal razia yang sering beredar di masyarakat, Kaleb menegaskan bahwa hal itu tidak benar.
“Kalau operasi kami bocor, mana mungkin dapat hasil. Kami selalu rahasiakan waktu dan lokasi operasi,” tegasnya.
Satpol PP menyadari, fenomena pengamen berkostum di jalanan ini bukan sekadar pelanggaran, tapi juga potret kerasnya kehidupan ekonomi masyarakat.
“Pada dasarnya mereka mencari penghidupan, dan itu tidak salah. Hanya saja, caranya harus sesuai aturan dan tidak membahayakan diri sendiri atau orang lain,” ujarnya.
Setiap kali penertiban dilakukan, Satpol PP selalu berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten Kediri. Mereka yang berasal dari Kediri akan diarahkan untuk mengikuti pelatihan keterampilan agar bisa memiliki pekerjaan yang lebih layak. Sementara, bagi mereka yang berasal dari luar daerah, Dinas Sosial akan berkoordinasi dengan dinas sosial provinsi atau daerah asal masing-masing.
“Kami tidak hanya menertibkan, tapi juga melakukan pembinaan. Alat atau kostum mereka biasanya kami amankan sementara waktu. Setelahnya, mereka kami data dan diserahkan ke Dinas Sosial (Dinsos) untuk pembinaan lanjutan,” pungkas Kaleb. ***
Reporter : Nanik Dwi Jayanti

