Kediri (tahukediri.id) – Kabupaten Kediri memiliki keris khas yang oleh para pakar keris dinamakan Keris Betok. Dalam sejarah budaya Jawa, Keris Betok merupakan model pusaka paling awal, sebelum munculnya keris berkelok. Keris ini juga dikenal dengan nama Keris Budha, karena muncul pada masa kerajaan Hindu-Buddha.
Ketua Paguyuban Tosan Aji dan Panji Joyoboyo, Imam Mubarok (Gus Barok), menjelaskan, “Kalau bicara keris betok, orang selalu identik dengan nama Kediri. Kediri itu masa kerajaan yang cukup lama, 170 tahun dari mulai raja-raja yang ada. Keris Betok itu asal-usulnya dari Mataram Hindu, tetapi lebih dikenal di era Kadiri.”
Keris Betok: Pusaka Penuh Makna dan Kekuatan
Keris Betok dikenal sebagai keris tindik yang berfungsi untuk menetralisir keris-keris lain. Gus Barok menambahkan, “Jadi, ada kekuatan, di mana sesuatu itu kalau kita ngomong tentang pusaka, maka kita harus memahami dulu bahwa besi itu adalah sesuatu yang diturunkan Allah dan memiliki kekuatan yang hebat. Empu itu bisa menggunakan sesuatu daya kekuatan yang dimilikinya dengan bersemedi, dengan memohon kepada yang Maha Kuasa memasukkan sesuatu ke dalam energi keris. Ini bisa dijelaskan dengan ilmu fisika dasar dan biologi dasar. Jadi tidak perlu klenik-klenik. Ini nyata dan riil.”
Menurut para pakar, nilai estetika dan filosofi Keris Betok tidak kalah tinggi dari keris berkelok. Bentuknya yang sederhana melambangkan keris ini sebagai penengah.
“Tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Filosofinya adalah sudah selayaknya sebagai manusia yang sudah menginjak dewasa bisa menjadi penengah antara yang muda dan yang tua,” ujar salah satu pakar.
Sejarah dan Perkembangan Keris Betok
Keris Betok dipercaya muncul pada masa Panjalu atau Kerajaan Kadiri sekitar abad ke-7 Masehi. Pada masa itu, para raja di Kerajaan Panjalu menggunakan Keris Betok sebagai pertahanan diri.
Gus Barok menjelaskan, “Di awal keris itu sebagai senjata tikam. Maka prototipe keris, itu pun dari yang kemudian tegak lurus, itu sekarang namanya sekarang ada condong leleh atau bentuk kemiringan. Itu menandakan di eranya, bahwa dia sudah ibaratnya tertunduk atau sebagai bentuk penghormatan atau tawaduk.”
Berdasarkan informasi dari buku saku Senapati Nusantara, bentuk Keris Betok cenderung lebar serta memiliki condong leleh dengan kemiringan tertentu. Ukurannya 60 persen lebih pendek dan tebal dari keris berkelok.
Selain itu, Keris Betok umumnya menggunakan methuk yang dibuat langsung oleh para empu keris. Bentuk methuknya di bagian atas tebal, ke tengah sedikit tipis, dan di bagian bawah tebal lagi. Semakin tua Keris Betok, semakin memiliki bentuk sogokan yang semakin pendek.
Keris Betok Tiruan dan Keasliannya
Gus Barok mengingatkan, “Yang perlu diwaspadai, saat ini keris tangguh Kediri atau Keris Betok sudah banyak diupdate atau dibuat tidak di Kediri. Sehingga kalau menyebutnya Betok Kamardikan. Artinya Betok yang dibuat di era sekarang. Dan orang biasa menyebut dengan keris tua. Padahal itu tidak, tetapi dituakan.”
Pembuatan Keris Betok terbagi dua versi di masyarakat. Pertama, dibuat sejak zaman kerajaan, dan ada yang dibuat setelah tahun 1945. Menurut para pakar, Keris Betok yang dibuat tahun 1945 ke atas adalah keris tiruan yang menyerupai bentuk.
Keris Betok tiruan itu sudah banyak menyebar di masyarakat. Untuk mengenali lebih jauh tentang keaslian Keris Betok, diperlukan keilmuan khusus yang disebut Metalurgi.
Perawatan dan Proses Pemeliharaan Keris
Gus Barok menjelaskan, “Keris itu karena bahannya ada besi, baja, nikel, dan ada sebagian titanium, maka perawatannya harus lebih sering untuk dirawat. Sebenarnya antara marangi, jamasi itu berbeda. Jamasi keris itu adalah posisi orang membersihkan dengan menggunakan air tujuh sumber kamueidna ditambah bunga. Marangi itu di mana proses keris diputihkan, kemudian diwarangi dengan warangan sehingga keluar pamornya. Proses ini berbeda.”
Kolektor Keris Beni menambahkan, “Dalam mewarangi pusaka itu ada tiga tahap. Yang pertama menghilangkan karat. Kalau bahan utamanya dari air kelapa yang sudah difermentasi selama 2-3 hari. Untuk membersihkan pusaka. Agar karat luntur.”
Setelah bersih, dilanjutkan dengan proses mutih. Proses ini bertujuan agar keris bersih, hingga seperti aluminium. Tujuannya agar keris saat dimasukkan ke air warangan bisa terlihat pamornya atau kontur guratan di keris itu sendiri.
Terakhir, keris kemudian dicelupkan ke dalam air warangan sembari dipijat dan dioles secara perlahan agar air tersebut meresap ke pori-pori keris. Setelah itu, keris diangkat dan diangin-anginkan sehingga pamor atau guratan keris itu muncul.
Warongko: Sarung Keris yang Penuh Makna
Warongko atau sarung keris merupakan salah satu bagian penting di dalam keris yang memiliki beberapa fungsi tertentu. Secara garis besar, warongko memiliki dua jenis, yaitu warongko ladrang dan gayaman.
Warongko Ladrang digunakan untuk upacara resmi seperti menghadap sang raja, karena terdapat unsur penghormatan. Sedangkan Warongko Gayaman sendiri digunakan untuk keperluan harian saja, dikarenakan bentuknya yang praktis dan sederhana.
Ajakan untuk Melestarikan Budaya Keris
Anggota Polisi Agus Budiono menyatakan, “Kenapa saya sebagai aparat budaya ikut nguri-nguri budaya, karena framing image negatif yang diciptakan keris itu klenik atau barang yang menyekutukan Tuhan. Tetapi semakin kita mempelajari warisan leluhur, kita tahu makna filosofi dari sebuah peninggalan tosan aji.”
Kolektor Keris Desi juga berbagi alasannya, “Alasan saya menyukai keris atau tosan aji, entah kenapa itu datang dari hati saya sendiri. Bisa dikatakan hobi. Dan itu bisa menyatu dengan hati saya. Seperti kayak pendamping.”
Keris dipandang sebagai peninggalan budaya yang harus dijaga keberadaannya. Tidak heran jika saat ini masih bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari, baik di masyarakat atau tersimpan baik sebagai peninggalan budaya.
Sudah saatnya generasi bangsa bangkit untuk membangun jati diri yang besar ini, karena keris adalah warisan leluhur yang penuh makna dan filosofi. ***