Kediri (tahukediri.id) – Irham Abimanyu, seorang pegiat pertanian asal Kediri yang akrab disapa Bimbim, membuktikan bahwa perubahan tidak selalu datang dari mereka yang berada di atas panggung. Menurutnya, keberhasilan bukan soal kepintaran atau seberapa hebat seseorang menonjolkan diri. Bagi Bimbim, kunci sukses terletak pada sikap menghargai kelebihan orang lain dan kemauan untuk maju bersama.
Dalam pandangan Bimbim, saat ini persoalan ketahanan pangan tak bisa hanya diselesaikan lewat retorika. “Trus apa yang diperbuat itu yang lebih penting dari pada gagasan tanpa tindakan,” tegasnya kepada reporter tahukediri.id, pada Selasa 17 Juni 2025.
Ia pun memulai langkah konkrit dengan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bertanam, sekecil apa pun itu. Pekarangan rumah yang ditanami bayam atau cabai bisa menjadi solusi sederhana namun berdampak besar dalam menyelesaikan urusan pangan keluarga.
Lebih jauh, Bimbim menyoroti pentingnya regenerasi petani. Ia mendorong lahirnya generasi muda yang mencintai pertanian, bukan generasi yang hanya mengejar kekuasaan atau kekayaan dengan cara yang salah. “Bukan mencetak generasi pencetak korupsi,” tandasnya.
Bimbim juga menyuarakan harapannya untuk Kabupaten Kediri. Ia melihat peluang besar dari kekayaan sumber daya alam yang dimiliki. Menurutnya, dengan tangan-tangan kreatif dan dukungan dari pemimpin daerah, Kabupaten Kediri bisa lepas dari ketergantungan pupuk subsidi.
“Keyakinan saya, mengolah limbah ternak dan sampah… pupuk urea (subsidi) tidak akan dibutuhkan lagi,” ungkapnya penuh optimisme. Ia yakin di sanalah ruang untuk pertanian tumbuh dan berkembang secara mandiri.
Dari gerakan kecil ini, Bimbim merinci empat manfaat besar, regenerasi pertanian, lingkungan yang lebih sehat, efisiensi biaya produksi, dan terbukanya lapangan kerja baru. Ia juga menitipkan pesan kepada pemimpin daerah.
“Ayo Mas Bup (Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana). Kita mendukungmu menciptakan sejarah baru,” serunya penuh harap. Baginya, para petani bukanlah pihak yang menagih janji, tapi hanya ingin dimengerti dan didengarkan.
“Karena hanya ini satu-satunya harapan kita untuk bertahan hidup. Biarpun saya bukan siapa-siapa, hanya kebetulan jadi petani seperti mereka,” pungkasnya. ***