Kediri (tahukediri.id) – Potensi kopi arabika Gunung Wilis di Desa Jugo, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, kini mendapat dorongan besar dari dunia akademik. Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri mengambil peran aktif dalam Program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) untuk membantu para petani kopi di lereng Gunung Wilis agar naik kelas, tidak hanya sebagai produsen bahan mentah, tetapi juga sebagai pelaku utama dalam rantai nilai produk premium.
Tim akademisi Uniska Kediri fokus mendampingi petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Margo Mulyo. Pendampingan ini mencakup pengolahan pascapanen dan strategi pemasaran yang inovatif. Desa Jugo, yang dikenal memiliki tanah subur di lereng Wilis, menjadi pilot project dalam upaya pengembangan komoditas kopi unggulan Kediri ini.
Ketua Tim PKM Uniska Kediri, Dr. Ratna Dewi Mulyaningtiyas, SP., M.Si., menjelaskan bahwa kegiatan ini menjadi wujud nyata sinergi antara perguruan tinggi dengan masyarakat desa. Tujuan utamanya adalah menciptakan produk yang berdaya saing tinggi.
“Harapannya, petani kopi di Jugo mampu menghasilkan produk yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga bernilai tambah melalui inovasi dan diversifikasi,” ujarnya.
Program PKM yang diusung tim Uniska Kediri mengusung tema spesifik, yakni “Peningkatan Kapasitas Petani dalam Upaya Diversifikasi Produk Unggulan Kopi Gunung Wilis Kabupaten Kediri.” Fokus pada diversifikasi produk ini penting untuk memaksimalkan potensi Kopi Wilis yang memiliki ciri khas istimewa.
Dr. Arisyahidin, SE., MM., Wakil Direktur Pascasarjana Uniska Kediri, menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara volume produksi dan mutu. Ia menekankan bahwa kualitas adalah kunci untuk diterima pasar yang lebih luas.
“Kopi Gunung Wilis memiliki ciri khas istimewa. Namun produksi yang melimpah harus diimbangi dengan kualitas agar diterima pasar, baik lokal maupun nasional,” katanya.
Sementara itu, Dr. Sonny Subroto Maheri Laksono, M.Si., Asisten II Pemerintah Kabupaten Kediri, memberikan perspektif dari sisi pemerintah. Ia mengakui potensi besar kopi Gunung Wilis, namun menyayangkan nilai jualnya yang masih rendah dan kurang optimalnya diversifikasi produk. Menurutnya, masalah ini hanya bisa diatasi melalui kolaborasi multipihak yang solid.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan petani. Harus ada sinergi pemerintah, masyarakat, akademisi, dan dunia usaha. Dengan begitu, petani tidak sekadar produsen bahan mentah, tetapi bisa menjadi pelaku utama dalam rantai nilai kopi premium,” tegasnya.
Sonny menambahkan bahwa setiap pihak memiliki peran penguat: pemerintah sebagai fasilitator, akademisi sebagai inovator, dunia usaha sebagai penggerak pasar, dan masyarakat sebagai pelaku langsung di lapangan. Kolaborasi ini diharapkan dapat membawa Kopi Wilis bersaing dengan komoditas kopi ternama.
“Dengan kolaborasi, Kopi Wilis bisa benar-benar naik kelas, dari green beans menjadi produk premium yang mampu bersaing dengan Kopi Gayo, Kintamani, bahkan kopi impor,” tambahnya. ***