Kediri (tahukediri.id) – Masjid An-Nuur Pare telah menyelesaikan revitalisasi tahap pertama. Kini, interior maupun eksterior masjid yang berusia hampir 50 tahun itu terlihat semakin cantik.
“Alhamdulillah, revitalisasi pada beberapa bangunan Masjid An-Nuur Pare telah selesai dilakukan, utamanya membuat akses khusus bagi kalangan difabel dan perbaikan interior maupun eksterior,” tulis Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana, melalui Instagram pribadinya (@dhitopramono).
Mas Dhito pun berharap revitalisasi ini, bisa memberikan kenyamanan bagi para jamaah untuk beribadah.
“Semoga dengan perbaikan ini, keindahan Masjid An-Nuur Pare bisa lebih fresh dan tentunya lebih memberi kenyamanan bagi para jamaah untuk beribadah,” tutupnya.
Lebih lanjut, Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Disperkim) Kabupaten Kediri menyampaikan, revitalisasi Masjid An-Nuur pada tahap pertama ini dilakukan dengan membangun toilet dan tempat wudhu yang ramah bagi disabilitas dan lansia. Kemudian, membongkar pagar sisi timur masjid dan beberapa trab sebagai upaya menambah kapasitas kantong parkir kendaraan.
Tidak hanya itu, dengan anggaran Rp3,9 miliar, revitalisasi juga menyasar perbaikan interior maupun eksterior. Di bagian interior, revitalisasi dilakukan pada dinding kaca masjid yang diganti menggunakan terawangan guna meminimalisir audio mendengung. Sedang, di bagian eksterior dilakukan mengecat ulang sejumlah atap.
Namun demikian, artistik bangunan Masjid An-Nuur secara umum tidak akan diubah. Seperti pada arsitektur bangunan khas Jawa, atap tajug berbentuk piramida, serta bangunan beratap joglo.
Sejarah Pembangunan Masjid An-Nuur
Masjid An-Nuur Pare hadir sebagai simbol cahaya dan penegakan Islam di wilayah sekitar. Yang membanggakan, Masjid An-Nuur pernah meraih penghargaan Internasional dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi di tahun 2000an.
Masjid An-Nuur berdiri di lahan seluas 4 Ha di Desa Tulungerjo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Sejatinya, Masjid An-Nuur berdiri sejak 1977. Namun saat itu, masjid berukuran kecil yang hanya cukup menampung sekitar 300 jamaah. Lokasinya berada di dekat menara yang berdiri menjulang saat ini. Namun seiring dengan terus bertambahnya jumlah jamaah dan masyarakat sekitar, membuat pemerintah daerah memugar masjid tersebut.
Pada 1996 era Gubernur Jawa Timur (Jatim) Muhammad Nur, Masjid An-Nuur direnovasi dan dibangun seperti saat ini dengan dana pemerintah dan swadaya masyarakat. Sempat terhenti karena krisis moneter pada 1998, pembangunan kembali dilanjutkan hingga 2002 untuk bangunan induk masjid, tempat wudhu dan basement. Termasuk melengkapi dengan bedug kulit lembu dengan ukiran kaligrafi, sebagai penanda waktu salat dengan diameter yang cukup besar.
Ide pertama pembangunan masjid dua lantai ini ada pada masa pemerintahan Bupati Kediri Supariadi. Kemudian diteruskan Insinyur Sutrisno yang menggantikan jabatannya.
Gaya Arsitektur
Bangunan Masjid Agung An-Nur diarsiteki Gunadi, dosen Universitas ITS Surabaya. Ia terinspirasi dari karya arsitek asal Amerika Serikat John Portman.
Arsitektur khas Jawa sangat terlihat pada bangunan masjid kebanggaan warga Kediri itu. Yaitu, atap masjid yang berbentuk joglo. Atap atau tajug dirancang berbentuk piramid dengan kemiringan sudut yang tajam. Sehingga diperoleh kesan atap yang menjulang ke langit.
Pada masjid yang menelan biaya hingga Rp19 miliar lebih ini, terdapat 4 tiang penyangga berukuran besar yang disebut soko guru. Dengan filosofi bahwa tiang tersebut menjadi guru bagi sekitar 40 tiang kecil lainnya. Makna lain, mampu menjadi penegak Islam di Kecamatan Pare agar semakin kokoh.
Filosofi
Nama An-Nuur sebenarnya diambil dari nama tokoh agama, Nur Wakhid. Dia yang pertama kali melakukan syiar agama Islam dan membangun Desa Tulungrejo, tempat Masjid An-Nuur berdiri.
Sesuai namanya, An-Nuur berarti cahaya. Masjid dilengkapi banyak lampu-lampu kecil yang menempel di sepanjang dinding, juga tiang penyangga. Harapannya menjadi cahaya bagi masyarakat sekitar.
“Masjid ini kalau malam kelihatan banyak lampu-lampu sehingga membuat daya tarik tersendiri,” kata Ketua Bidang Peribadatan Masjid Agung An-Nuur Dafid Fuadi.
Dinding yang mengitari bangunan utama masjid juga dipilih dari kaca. Jadi cahaya di dalamnya akan terlihat dari bagian luar.
“Ini bisa memberikan cahaya untuk masyarakat sekitar,” tambahnya.
Sementara ditahap ketiga pada 2002-2003, Masjid An-Nuur membangun menara yang menjulang setinggi 99 meter. Angka itu diambil dari jumlah Asmaul Husna.
Masyarakat Kabupaten Kediri pun patut bangga. Sebab keindahan, keunikan dan kekokohan Masjid An-Nuur mendapat penghargaan juara pertama sayembara internasional untuk kategori perancangan arsitektural masjid. Adapun penghargaan diberikan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi di awal 2000.